Empathy to Our Surrounding

Di Depan Mata

August 27, 2013 , In: Education & Literacy , With: No Comments
0

Di depan mata saya, berdiri seorang ibu muda yang tak yakin usianya berapa. Di depan mata saya, ia berharap anak satu-satunya dapat sekolah suatu saat nanti. Anak perempuan usia 5 tahun yang belum pernah sekolah, belum bisa baca tulis karena sang ibu pun tidak bisa baca tulis. Anak ini tidak memiliki akte kelahiran, sang ibu berpikir usianya 25 tahun saat suaminya yakin istrinya lahir pada tahun 1985. “Jika yakin lahir di tahun 85, berarti umur kamu sekarang 28 tahun, bukan 25.” ujar saya. Ia hanya menatap suaminya, berharap mendapatkan jawaban. Sang suami diam, menatap saya, mengangguk kecil tanda tak pasti.

Berikut percakapan yang membuat hati saya terburai. Namanya Irah. Suaminya Sunar. Anaknya Siti Padilah, panggilan Sipa. Awalnya Irah datang dan bertanya:

“Anak saya mau sekolah di PAUD ibu.”

“Usianya berapa?”

“5 tahun. Sekolah itu sampai kapan ya bu?”

“Saya tidak punya PAUD. Saya kirim buku cerita anak-anak ke berbagai daerah. Saya kasih beberapa ya untuk anak kamu”

“Tapi saya gak bisa baca bu. Sama sekali gak ngerti. Makanya anak saya belum bisa baca. Gak ada yang ngajarin.”

“Kenapa tidak disekolahkan?”

“Makanya saya tanya ibu. Saya masukin ke SD aja ya bu, taon depan, pas 6 tahun.”

“Anak yang masuk SD harus sudah bisa baca, paling tidak sedikit. Usia 5 tahun sudah seharusnya masuk TK, bukan PAUD. PAUD itu untuk anak usia 3-4 tahun. Untuk masuk SD, harus punya Akte Kelahiran. Ada kan?”

“Gak ada bu, dulu dapat surat lahir. Kebawa banjir. Gak tau sekarang kemana.”

“Kamu ada KTP? Sunar ada KTP?”

“Ada”

“Bagus! Sipa dulu lahir di bidan atau RS?”

“RS bu…”

“Bagus! Cepet kesana, minta akte kelahiran atau surat lahir, urus sampai akte kelahiran jadi. Ini buat masa depan anak kamu. Kasihan kalau tidak ada akte. Begitu ada akte, daftar sekolah TK. Dia masih ada kesempatan satu tahun lagi sebelum ke SD. Gaji sekarang berapa?”

“Satu juta bu.”

“OK, satu juta. Kalian bertiga kan kerja jadi PRT, tidak perlu ada biaya makan, semua sudah ditanggung. Tidak perlu pusing dengan kontrak rumah karena tinggal di rumah majikan yang cukup nyaman. Satu juta cukup untuk ditabung sebagian, dan untuk biaya sekolah anak. Urus secepatnya.”

Mereka mengangguk. Saya berjanji pada diri sendiri, bahwa bulan depan, akan mencari mereka, menanyakan perkembangannya. Kedua orang ini sudah tidak bisa diselamatkan, dalam hal merubah nasib. Anak 5 tahun ini, jika dibesarkan dengan tepat, bisa merubah nasibnya dan membantu orang tuanya, Insya Allah.

Berbicara mengenai misi Taman Bacaan Anak Lebah yang berfokus di Indonesia Timur, saya melihat di depan mata, di kota paling maju di Indonesia, masih ada keterbelakangan. Let’s do something for this little innocent girl. Saya yakin masih banyak Sipa-Sipa lain di sekeliling Anda. Look around and please help them.

(*written by Vera Makki – www.veramakki.com )

Comments are closed.

Vera Makki

Personal Blog

Life is too short. Be kind, be grateful, and be surrounded with love. The rest will follow.

Instagram